oleh : DR Rachmat MMAgr, Pemerhati Lingkungan Hidup, Alumni Pasca Sarjana IPB, Staf Ahli Sahabat tani Indonesia (STI)
Rahcmat mengenalkan pupuk organik |
Pada awal program intensifikasi ini yang paling dominan dan paling menojol adalah program pengendalian hama penyakit pertanian, karena program ini menjadi masalah yang paling utama dan yang paling menjadi musuh bebuyutan pagi para petani. Untuk mengatasi berbagai masalah hama digunakanlah berbagai jenis dan formulasi “pestisida” dengan aneka bahan aktifnya.
Pemberantasan hama ini dikatakan cukup berhasil di satu sisi, akan tetapi pemberantasan dengan “pestisida” dengan frekuensi tetap bahkan berlebihan tanpa memperhatikan ekosistem pertanian akan mengakibatkan efek samping yang sangat buruk bagi ekosistem dan kehidupan manusia itu sendiri.
Sedangkan dampak buruk penggunaan perstisida yang di luar kendali dan kontrol baik oleh pemerintah maupun pengguna adalah sebagai berikut :
A. Dampak Pestisida terhadap Ekosistem Pertanian
1. Menyebabkan hama tanaman menjadi kebal (resistensi) terhanap pestisida yang digunakan berulang kali, sehingga petani menyikapinya dengan cara-cara konvensional menambah dosis campuran, mengoplos dengan merek lain, frekuensi penyemprotan diperbanyak, bahkan membeli merek lain dengan LD (letal dosis) yang lebih tinggi (artinya daya bunuhnya yang lebih tinggi).
2. Memunculkan (resurgensi) gen-gen baru hama tanaman, artinya memunculkan jenis hama tanaman yang baru, yang memiliki tingkat kekebalan yang tinggi dalam bahasa Jawa-nya (digdoy ) tidak akan mati dengan pestisida tertentu, sehingga menimbulkan ledakan hama-hama sekudair seperti : Keong Mas, Wereng Coklat, Walang Sangit, Kepiting Sawah (yuyu ), Jamur dan lainnya, yang kesemuanya itu memiliki tingkat kekebalan yang tinggi.
3. Menyebabkan kepunahan terhadap biota atau spesies yang bukan sasaran di lingkungan pertanian, tidak sedikit terjadi kepunahan spesies-spesies tertentu akibat penggunaan pestisida oleh petani yang berlebihan, seperti : belut, ikan, cacing tanah, jazat renik, keong (bukan keong mas), ular sawah, bahkan jenis burung-burung tertentu yang sudah punah karena rantai makanannya terputus sehingga mati kelaparan dan habis akibat pestisida.
4. Menyebabkan rusaknya tingkat kesuburan tanah, akibat penggunaan pestisida yang berlebihan dan terus menerus akan dapat memusnakan biota tanah seperti : cacing tanah, jazat renik, bakteri pengurai kesemuanya itu dapat men-stabilkan tingkat kesuburan tanah secara alami. Akibat kehilangan unsur-unsur biota tanah, maka unsur-unsur hara dalam tanah juga ikut rusak, maka tingkat kesuburan tanahpun semakin berkurang. Akibat rusaknya biota tanah dan unsur hara, maka lahan pertanian atau tanah tidak subur lagi atau bantat, dengan demikian untuk memenuhi tingkat kesuburan tanah atau unsur hara, maka harus ditopang dengan pemberian pupuk unorganik (pupuk kimia), seperti Urea, TSP, Posca dan lainya. Sedangkan pupuk unorganik tidak bisa meningkatkan sepenuhnya tingkat kesuburan tanah atau unsur hara, karena sifat pupuk unorganik hanya memberikan makanan yang dibutuhkan oleh tanaman, sehingga setelah makanan sudah diserap oleh tanaman maka habislah makanan atau pupuk unorganik itu. Maka dari itu tidaklah heran apabila kebutuhan petani akan pupuk unorganik tahun demi tahun akan semakin meningkat, sehingga biaya produksi semakin mengkat.
B. Dampak Penggunaan Pestisida terhadap Hasil-hasil Pertanian
Pengaplikasian pestisida oleh petani biasanya tergantung dari jenis tanaman, jenis hama penyakit tanaman dan jenis pestisida (padatan, tepung dan cair), aplikasi yang paling umum disemprotkan, ditabur. Sedangkan proses reaksi pestisida dalam tanaman dengan “ sistim kontak dan sistemik”. “Sistem kontak”, apabila sasaran kontak dengan pestisida (baik melalui kulit, pernapasan, ternakan) maka akan mati, sedangkan “sistemik” apabila tanaman disemprot dengan pestisida, maka prosesnya bisa melalui daun, batang, akar tanaman, air dan tanah. Melalui. “daun” masuk lewat stomata (lubang pernapasan daun), melalui “akar dan air” pestisida dalam tanah dan air akan diserap oleh tanaman dan masuk dalam tanaman meliputi : batang, daun dan buah, maka hama tanaman yang memakan tanaman ini akan keracunan dan mati. Sedangkan pasca penyemprotan pada tanaman, biasanya tanaman itu masih mengandung unsur-unsur pestisida baik di dalam buah, batang dan daun, dan sisa-sisa pestisida dalam tanaman inilah yang disebut “Residu Pestisida”. Sedangkan definisi dari pestisida asal kata “pest” atau penyakit, “side” atau membunuh, jadi dengan demikian pestisida artinya membunuh penyakit (khususnya penyakit/peganggu tanaman ). Sedangkan residu sendiri artinya : sisa-sisa zat kimia tertentu yang terdapat dalam produk-produk pertanian setelah diaplikasikan.
Dengan demikian dapat diartikan bahwa setiap produk-produk pertanian dalam proses produksinya menggunakan pestisida dapat dipastikan mengandung residu pestisida, sudah barang tentu besar kecilnya residu pestisida tergantung dari banyak sedikitnya, frekuensinya dan cara-cara mengaplikasikannya.
C. Dampak Residu Pestisida terhadap Kesehatan Konsumen
Setiap produk-produk pertanian tentunya untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, terutama kebutuhan pangan. Dengan demikian setiap produk pertanian yang dikonsumsi oleh manusia atau binatang sudah barang tentu mengadung racun atau residu pestisida walaupun seberapa besar kecilnya, tentunya hal ini akan dapat meracuni atau mengganggu kesehatan konsumen pada jangka waktu tertentu.
Sedangkan dampak residu pestisida terhadap konsumen adalah sebagai berikut :
1. Karena sifat residu pestisida bersifat “Carsiogenik” maka residu pestisida dapat menyebabkan berbagai kenis penyakit kanker
2. Residu pestisida dapat menyebabkan mutasi gen (bayi lahir cacat)
3. Residu pestisida dapat menyebabkan stroke dan tekanan darah tinggi
4. Residu pestisida dapat menyebabkan impotensi atau lemah syahwat
5. Residu pestisida dapat menyebabkan penuaan dini
6. Residu pestisida dapat menyebabkan gangguan ginjal atau gagal ginjal
Demikian beberapa dampak residu pestisida terhadap kesehatan manusia atau konsumen, yang merupakan hasil penelitian oleh para ahli dalam bidangnya. Dengan demikian makanan atau hasil-hasil pertanian yang sehat tidak hanya bisa dilihat secara pisik atau higienis saja, akan tetapi harus dilihat bagai mana cara proses produksinya, terutama proses produksi yang hanya menekankan kuantitas (jumlah) saja, akan tetapi mengabaikan kualitas (mutu), sehingga dapat terhindar dari zat-zat kimia yang membahayakan bagi kesehatan manusia atau konsumen. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar