Mulyono |
KABARINDONESIA.CO.ID- Memang nyaman didengar telinga terkait slogan pendidikan gratis, tapi sesungguhnya menyayat hati bagi peserta didik yang tergolong berpenghasilan kecil. Sebab faktanya, sekolah negeri tetap ada pungutan duit dibebankan kepada peserta didik dengan dalih tak ada anggaran tersedia di sekolah.
Padahal UUD
1945 Pasal 31 Ayat 2 berbunyi : Setiap warga negara wajib ikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib tanggung pembiayaannya.
Provinsi Kaltim khususnya, di Kota Bontang dan Kabupaten
Kutai Timur pendidikan gratis hanya slogan pemanis bibir para pejabat setempat.
Faktanya, pungutan biaya pendidikan untuk keperluan di sekolah masif terjadi pada lembaga pendidikan plat merah baik level TK, SD, SLTP maupun SLTA sederajat.
Modusnya
beragam; ada yang berdalih sedekah atau sumbangan. Untuk kegiatan sosial
kemanusiaan, jumat infaq, dan biaya pengadaan alat pembelajaran di kelas. Ada
yang dipungut lewat komite sekolah, dan ada pula yang dipungut langsung lewat oknum
guru pada momentum tertentu; Misalnya, waktu pembagian kertas nilai hasil rapor
semester.
Menyikapi hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kutim Mulyono menegaskan, tidak diperbolehkan sekolah negeri mengadakan pungutan biaya yang dikenakan pada peserta didik dengan alasan untuk keperluan di kelas baik itu berupa sapu, kipas angin, gorden atau semacam yang lain. Itu tak dibolehkan lagi. “Kalau masih ada pungutan di sekolah segera laporkan ke nomor kontak saya (Mulyono, Red), 08125537108. Saya akan proses,” tandas Mulyono usai ikuti upacara Hari Guru Nasional di lapangan Setkab Kutim, Bukit Pelangi, Sangatta, Senin (25/11/2024).
Bahkan 2024
ini, lanjut Mulyono, Pemkab Kutim sedang melaksanakan komitmen terkait pendidikan
gratis. Penjualan buku atau seragam sekolah lewat koperasi tidak dibolehkan.
Pembagian pakaian seragam -merah/biru
putih, pakaian batik, pakaian olahraga dan pakaian pramuka - segera dituntaskan
dalam hitungan hari kedepan.
Juga beasiswa
dan dana Bosda 2 tahun terakhir di Kutim ini alami peningkatan. Beasiswa 2023
Rp 5.5 miliar untuk 4.876 murid, serta 2024 Rp 8,7 miliar untuk 12.229 murid.
Begitu pula Bosda 2023 senilai Rp 8 miliar lebih, dan 2024 senilai Rp. 19
miliar untuk TK negeri, SD negeri dan
SLTP negeri. Ini sesuai amanah Perda No.3/2003 tentang Pendidikan.
Masifnya
pungutan biaya pendidikan di sekolah
negeri, menurut seorang orangtua murid, anaknya ada yang sekolah di wilayah
Kutim, dan ada juga anaknya sekolah di wilayah Bontang, itu terjadi
lantaran di waktu proses perencanaan
pembiayaan dana pendidikan tidak sinkron dengan program komite sekolah. Ini salah satu penyebab. Pengurus komite
sekolah dipilih di awal tahun ajaran baru, sementara perencanaan penganggaran
di level kabupaten/kota sekira Maret tiap tahun. Lagi-lagi memang juga tidak
ada transparansi pengelolaan dana Bos/Bosda. Diduga ada korupsi berjamaah di
sana. Pasalnya, dana dan data peserta didik semua ada di Dinas Pendidikan.
Orangtua dan guru kelas pun kadang tak tahu berapa nilai Bos/Bosda tiap siswa
?. Sehingga oknum guru mendorong paguyuban (komite) mencari uang lewat peserta
didik. Apakah itu termasuk pungutan liar
?.
Editor : Bahar
Sikki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar